Our Blog

Orang India di Tapanuli, Kisah Datuk Itam


Menurut sejarah Pada tahun 1785 masa pemerintahan Abdul Muthalib gelar datuk Bandaharo kayo atau yang lebih di kenal dengan sebutan akrab Datuk Itam di Poncan Ketek telah mununjukkan kemajuan yang pesat dalam perdagangan sampai-sampai masyarakat berdagang ke pulau Malaysia.

Abdul Muthalib, yang dikenal sebagai peletak adat Sumando di pesisir barat itu, dilahirkan tahun 1760 di negeri Nagur India Selatan dan Inggris membawanya ke Bengkulu sebagai pekerja dan sekaligus sebagai pedagang dan kelompok Datuk Itam membuka kampung Nugur di bengkulu yang sekarang dinamakan kampung Nala . Pada waktu mudanya Datuk Itam sebagai seorang pedagang ysng cukup berhasil dan juga sebagaipenyebar agama Islam yang di segani di bengkulu yang dalam perdagangannya dan penyebaran agama Islam sampai ke daerah teluk Tapian Nauli dan sebagai penyalur kepentingan pedagang Inggris di Bengkulu.

Pada waktu itu Inggris telah membuka kantor perdagangan di Teluk tapian nauli untuk mendapatkan garam, kemenyan dan kapur barus. Melihat perdagangan yang cukup ramai di Tapian Nauli maka Abdul Muthalib selanjutnya berdomosili di Tapian nauli yaitu pulau Poncan ketek. Karena keberhasilannya dibidang perdagangan maupun sebagai penyebar ajaran Islam di poncan ketek maka di beriah ia gelar Datuk Bandaharo Kayo, namun ia lebih di kenal dengan gear Datuk itam karena kulitnya memang hitam kelam sebab berasal dari India.

Beliau wafat pada tahun 1836 dan dimakamkan di Poncan Ketek, terbukti sampai dengan saat ini makam beliau masih ada di Pulau Poncan Ketek, beliau adalah sebagai sosok terpenting dalam peletak dasar adar Sumando di Teluk Tapian Nauli. Makam beliau sendiri orang lain kebanyakan tidak tau keberadaan makam ini, karena wisatawan lebih sering berkunjung ke Pulau Poncan Gadang ketimbang ke Pulau Poncan Ketek.

Dikarenakan pihak pemerintah pun tidak pernah memperkenalkan situs sejarah yang sangat penting di Kota Sibolga kepada wisatawan bahkan untuk mempromosikan dan melestarikan situs sejarah ini tidak dilakukan pemerintahan Kota Sibolga. Mari menjaga dan melestarikan situs sejarah yang sangat penting ini, salah satu pendiri Adat Sumando atau adat pesisi di Kota Sibolga dan Tapanuli tengah.

Sumber
----------------------


Abdul Muthalib alias Datuk Itam Keturunannya di Sorkam banyak jadi orang hebat.

Dengan beberapa gelar melekat pada dirinya, yakni Datuk Bandaharo Kayo, Datuk Poncan, dan Datuk Pasa, Datuk Itam yang bernama asli Abdul Muthalib, berasal dari keluarga besar Datuk Senggolo, yang lahir di Bengkulu tahun 1770, tepatnya di Kampung Nagar atau Kampung Nala. Nenek moyangnya sendiri berasal dari Nagore, India Selatan.

1793 diangkat menjadi pegawai pada kantor East Indian Company Bengkulu dan bertugas di Poncan Ketek yang menjadi benteng pertahanan Inggeris di daerah Tapanuli yang populer dengan nama Fort Tapanoully. Sejak itu, Datuk Itam aktif menyebarkan Islam disana dan tahun 1810 diangkat sebagai Datuk Poncan, menggantikan Datuk Poncan sebelumnya Sutan Mangaraja Lelo yang meninggal dunia.

Tahun 1815, ditandatangani Perjanjian Batigo Badusanak antara penguasa-penguasa wilayah di daerah Tapanuli dengan pihak Inggeris. Datuk Itam termasuk ikut menandatanganinya.

Tidak banyak catatan sejarah beliau di Bengkulu yang ada adalah beliau seorang mandor disebuah pertanian yang dikelola Inggiris, lalu di bawa (dipindahkan) ke Pulau Poncan. Beliau amat dicintai oleh orang disekitarnya karena amat senang membantu dan suka membela orang-orang pribumi.

Kesukaan beliau lainnya adalah menjadi pemimpin sekolah agama Islam yang mana murid-muridnya dibebaskan biaya dan murid-murid tersebut menyebar sepanjang pantai Tapanuli. Datuk Itam memiliki 3 orang Istri,

1. Tisa mendapat anak 1. Siti Aisyah, 2. Halimatus Sa’diah, 3. Abd. Salim, 4. Abd. Rahim
2. Rasia mendapat anak 1. Chadijah
3. Tarosi (dari Nias). 1. Ahmad

Untuk daerah Sorkam peranan Halimatus Sa’diah yang menikah dengan Abdul Somad dari Sikua melahirkan banyak orang-orang besar di Sorkam. Abdul Somad (Tuan Sirara) suka berlayar untuk berniaga di Poncan dan begitu berhasil dia lalu menetap di Poncan dan menikah dengan Halimatus Sa’diah.

Sebagian lagi turunan Abdul Somad merantau ke Sinabang (Aceh) dan Tabuyung (Mandailing Natal).

Kebiasaannya suka berlayar mengarungi Aek Sibundong keluar dari Bottot menuju lautan dan selalu membawa pisang sare (pisang barangan), yang amat disukai oleh para orang-orang India membuat nama pisang ini juga dikenal dengan ‘pisang kaling’ dan ini jugalah yang membuatnya berkenalan dengan anak Datuk Itam (Halimatus Sa’diah) dan menikahinya.

Sumber baca juga di sini


--------------------

Pada tahun 1785 masa pemerintahan Abdul Muthalib gelar datuk Bandaharo kayo atau yang lebih di kenal dengan sebutan akrab Datuk Itam diPncan Ketek telah mununjukkan kemajuan yang pesat dalam perdagangan sampai-sampai Masyarakat berdagang ke pulau Malaysia. Abdul Muthalib dilahirkan tahun 1760 di negeri Nagur India Selatan dan Inggris membawanya ke Bengkulu sebagai pekerja dan sekaligus sebagai pedagang dan kelompok Datuk Itam membuka kampung Nugur di bengkulu yg sekarang dinamakan kampung Nala.

Pada waktu mudanya Datuk Itam sbg seorang pedagang yg cukup berhasil dan juga sebagaipenyebar agama Islam yang di segani di bengkulu yang dlm perdagangannya dan penyebaran agama Islam sampai ke daerah teluk Tapian Nauli dan sebagai supplier kepentingan pedagang Inggris di Bengkulu.

Pada waktu itu Inggris telah membuka kantor perdagangan di Teluk tapian nauli untuk mendptkan garam ,kemenyan dan kapur Barus .Melihat prosfek perdagangan yang cukup ramai di Tapian Nauli maka Abdul Muthalib selanjutnya berdomosili di Tapian nauli yaitu pulau Poncan ketek. Karena keberhasilannya dibidang perdagangan maupun sebagai penyebar ajaran Islam di poncan ketek maka di beriah ia gelar Datuk Bandaharo Kayo,namun ia lebih di kenal dengan gear Datuk itam karena kulitnya memang hitam kelam sebab berasal dari India. Di teluk Tapian nauli Abdul Muthalib (gelar Datuk Bandahar Kayo ) atau yang lebih di kenal dgn Datuk Itam di Poncan Ketek.Karena keberhasilannya tadi,maka sejak saat itu datuk itam mempelajari segala adat istiadat masyarakat etnis pesisir di Poncan Ketek . Pada tahun 1824diadakan perjanjian /traktat London dengan keputusan bahwa segala kekuasaan Raja- raja di seluruh Teluk Tapian nauli di hapuskan oleh Belanda dan para Datuk serta raja-raja/Kuria-kuria hanya mengurus tentang adat istiadat dan Budaya pesisir.

Pada tanggal 13 Maret 1815 pihak inggris mengadakan suatu ikatan perjanjian persahabatan dengan Datuk-datuk di teluk Tapian Nauli dengan kesimpulan istilah Batigo Badusanak , namun pada tahun 1839 Iggris menempatkan seorang commodore yang selalu disebut dengan tuan Kumandor di poncan ketek dan bertanggung jawab terhadap Pemerintah Inggris yang berpusat di Bengkulen.Berarti dengan adanya seorang wakil Pemerintahan Inggris di poncan Ketek,maka jelaslah sudah dalam hal ini raja-raja dan datuk-datuk di pesisir Tapian Nauli telah terjebak kedalam perangkap penaklukan Inggris. Tetapi pada masa itu hal seperti ini kurang dimaklumi oleh penduduk karena cara berpikir masyarakat yang belum luas serta di sibukkan oleh dagangannya masing2,sehingga apa ang direncanakan oleh Inggris dapat berjalan dengan lancar untuk menguasai raja-raja dan datuk-datuk serta masyarakat sendiri tidak merasa di perintah oleh Inggris melainkan perasaan mereka diperintah oleh raja-raja dan datuk saja.

Keadaan yang demikian bukanlah hanya terasa sampai kepada masyarakat yang menghuni Poncan Ketek .pangkat yang tertingi pada masa ini di pegang oleh Datuk sebagai anak nagari,jadi segala keputusan ditangannya. Pada tahun 1848 kerajaan Inggri yang diwakili oleh Jhon Princh telah melakukan timbang terima dengan perwakilan kerajaan Belanda antara Bengkulen dengan Tumasi (Singapura) sehingga pulau Poncan Ketek sampai ke Natal dan daerah pesisir lainnya ditimbang terimakan antara Kampung Pargodungan dengan pasar Onan Hilir Poriaha di kenegerian Tapian Nauli.

Setelah daerah pesisir Tapian Nauli jatuh kepada Belanda akibat pertukaran jajahan maka poncan Ketek bertambah ramai dalam dunia perdagangan sehingga timbullahhasrat Belanda untuk membuka negeri baru didaratan Tapian Nauli dengan menimbun rawa2 yg luas pada tahun 1850 dan mengeluarkan biaya 5.000.000 gulden, karena mendatangkan tahanan (sitarapan) bahasa pesisir yaitu orang2 yang di tawan belanda karena tidak mau mengikuti kata2 penjajah, sehinga seluruh bangsa Indonesia yang tidak senang dengan perbuatan Belanda ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara dan orang-orang inilah yang di paksa untuk mengerjakan /menimbun rawa2 di daerah yang dinamakan pasar Siboga dengan batas pertama kalinya :

- Sebelah Utara dengan Aek Doras (simare-mare). - Sebelah Timur dengan Padang Sidempuan. - Sebelah selatan dengan Ak Muara Baion. - Sebelah Barat dengan teluk Tapian Nauli (depan Gudang Garam ).

Pembangunan penimbunan rawa2 yang menjadikan Sibolga tidak hilang dari ingatan masyarakat sehingga telah terpatri dalam pantun Masyarakat pesisir yaitu Sikamabang : Siboga jolong basusuh Banda dikali urang rante Jangan manyasal Tolan Isuk Kami sapeto dagang sanse. Pantun yang mengandung sejarah tersebut telah terukir dalam ingatan dengan pengertian : Siboga jolong basusuh (Siboga dari awal disusun/dibangun) Banda dikali urang rante ( Parit dn rawa mulai ditimbun oleh para napi) Jangan manyasal Tolan Isuk (jgn menyesal kawan besok ) Kami sapeto dagang sanse. (kami sedikit dagang hancur ) Pada tanggal 1 Maret 1851 sebahagian masyarakat di perintahkan untuk pindah dari poncan Ketek ke pemukiman baru bernama Kampung Siboga (baca tentang Kampung Siboga di sini) oleh Belanda bersama dengan Residen Van Tapanuli dan Datuk Itam yang juga bergelar Datuk Pasa membawa seluruh adat Sumando pesisir pindah ke Sibolga.

Dengan bertambahnya masyarakat dan bermigrasi dari Poncan Ketek ke sibolga ,maka bertambah pulalah penghulu2 ,dan stelsel Datuk masih diteruskan : dari penghulu yang berempat tadinya di poncan ketek sekarang ditambahkan dua lagi sehingga menjadi enam penghulu yaitu : 1. Penghulu Pasisir untuk etnis pesisir , dari poncan ketek dan batak Islam. 2. Penghulu Nie untuk etnis Nias dari pulau Tello 3. penghulu Darek untuk etnis minang kabau dan Aceh 4. Penghulu Jawa untuk etnis Jawa,madura ,Bugis dan Makasar. 5. PenghuluToba untuk etnis Batak Toba dari Taput. 6. Penghulu mandailing untuk etnis dari Tapsel. Selain dari pada penghuluyang ada enam di tambah lagi Kapiten kaling untuk mengurus orang2 India dan Kapiten Arab untuk org Arab serta Kapiten Cino untuk orang2 China. Dalam hal ini jelas bagi kita bahwa penetapan Sibolga pertama kali dengan resmi adalah sejak perpindahan penduduk Poncan Ketek ke sibolga karena sibolga telah di bangun pada tahun 1850 dan resmi pulalah Sibolga pada tanggal 1 Maret 1851 menjadi Sibolga dengan peresmian adat Sumando Etnis pesisir.

Sumber


---------------------


SORKAM Designed by Templateism | Blogger Templates Copyright © 2014

Theme images by richcano. Powered by Blogger.