Our Blog

Feisal Tanjung, Terbaik untuk Rakyat Terbaik untuk ABRI


Ramai-ramai Unjuk Diri Melalui Biografi


SANG Demokrat, buku setebal 24 cm yang terdiri dari 1.003 halaman ini, dijual seharga Rp 270.000. Tergolong mahal memang. Namun, tengoklah di toko-toko buku Gramedia, bertumpuk-tumpuk buku tersebut terpajang rapi dalam barisan depan ruang pamer toko buku itu. Sang Demokrat, biografi Susilo Bambang Yudhoyono, disandingkan dengan buku-buku laris lain semacam Harry Potter.

Fenomena Susilo Bambang Yudhoyono bersama Partai Demokrat di panggung politik Indonesia dalam pemilu lalu memang cukup menyentak banyak kalangan. Hasil pemilu legislatif 5 April lalu menjadi bukti bahwa figur Yudhoyono atau lebih sering disebut SBY menarik perhatian masyarakat di negeri ini. Rasa ingin tahu masyarakat terhadap mantan Menko Polkam ini juga yang ditunjukkan dengan ketertarikan membaca perjalanan hidup Yudhoyono sebagaimana yang dipaparkan dalam biografinya itu.

"Biografi SBY dalam tempo tiga minggu ludes 3.250 eksemplar," ungkap Usamah Hisyam, penulis sekaligus pemilik Dharmapena, penerbit biografi Sang Demokrat. Tidak hanya itu, dalam waktu relatif singkat, biografi tersebut memasuki cetakan kedua.

Buku Sang Demokrat hanyalah salah satu buku biografi dari ratusan buku biografi yang beberapa tahun belakangan ini beredar di masyarakat. Bisa dikatakan di negeri ini para tokoh masyarakat tengah demam membuat buku biografi. Di dunia politik, hampir seluruh tokoh yang mencalonkan diri jadi presiden maupun wakil presiden pada pemilihan presiden mendatang telah memiliki biografinya, atau setidaknya buku-buku yang bertutur tentang si tokoh tersebut.

Calon presiden dari Partai Golkar, Wiranto, misalnya, menjelang pelaksanaan konvensi pemilihan presiden yang diadakan Partai Golkar beberapa waktu lalu meluncurkan buku berjudul Wiranto: Bersaksi di Tengah Badai. Sebelumnya, di tahun 2002, ia juga menerbitkan buku berkaitan dengan kasus Timor Timur bertajuk Selamat Jalan Timor Timur; Pergulatan Menguak Kebenaran.

Calon presiden dari Partai Amanat Nasional, Amien Rais, pun ikut pula membuat buku biografi. Mengambil momentum ulang tahunnya yang ke-60 pada tanggal 27 April 2004 Amien meluncurkan buku biografi berjudul Memimpin dengan Hati Nurani. Buku ini bukan yang pertama mengingat sebelumnya, di akhir tahun 2003, pernah pula diluncurkan Mohammad Amien Rais Putra Nusantara.

Tokoh-tokoh politik lain yang sempat ikut meramaikan bursa sebagai calon presiden tetapi gagal lolos Konvensi Partai Golkar, seperti Akbar Tandjung dan Surya Paloh, juga termasuk tokoh yang buku biografinya terpajang di toko-toko buku.

Untuk Akbar Tandjung, misalnya, setidaknya ada tiga buku bertutur tentang dia yang telah beredar di pasar. Buku-buku itu berjudul Memenangkan Hati Rakyat: Akbar Tandjung dan Partai Golkar dalam Masa Transisi (1998-2003), Membangun Konsensus: Pemikiran dan Praktik Politik Akbar Tandjung, dan satu buku yang ditulis Akbar sendiri berjudul Moratorium Politik: Menuju Rekonsiliasi Nasional. Sementara itu Surya Paloh menerbitkan buku biografi berjudul Surya Paloh: Editorial Kehidupan.

SELAIN buku biografi tokoh di bidang politik, banyak buku biografi tokoh-tokoh di bidang militer Indonesia sejak lama menghiasi etalase toko-toko buku. Tercatat ada biografi Bang Ali (Ali Sadikin), Kemal Idris, Soemitro, LB Moerdani, dan Feisal Tanjung. Bahkan jenderal-jenderal lain yang pernah menjadi panglima komando daerah militer umumnya juga sudah menerbitkan buku biografi.

Yang menarik, demam penulisan buku biografi tidak hanya melanda tokoh-tokoh politik atau politisi tingkat atas seperti para calon presiden maupun calon wakil presiden. Kini, demam yang sama juga melanda tokoh-tokoh politik di tingkat lokal, seperti bupati dan wali kota.

Seakan tak mau kalah dengan politisi dan jenderal, para artis pun ikut meramaikan bursa buku biografi maupun autobiografi. Mulai dari penyanyi yang sudah sangat senior dan terkenal seperti Titiek Puspa dan Lenny Marlina sampai artis yang baru terkenal belakangan ini seperti Kris Dayanti dan Heidi Yunus.

Jika latar belakang pembuatan buku biografi para artis tersebut ditelusuri, rata-rata menunjukkan jawaban yang seragam. Mereka bukan mengejar popularitas atau keuntungan materi, tetapi semata- mata berbagi pengalaman. Hanya saja, kadang kala pengalaman pribadi saat bersentuhan dengan pihak lain justru menimbulkan persoalan baru. Penulisan autobiografi Lenny Marlina yang diberi judul Si Lenny dari Ciateul, misalnya, sebagaimana yang dipaparkan dalam berbagai pemberitaan media massa, sempat menuai protes dari mantan suaminya.

Terlepas dari reaksi yang bermunculan, demam pembuatan buku biografi tidak pernah surut. Pustaka Sinar Harapan merupakan salah satu penerbit yang merasakan derasnya permintaan membuat buku biografi tokoh-tokoh masyarakat. Dalam satu tahun tidak kurang dari 30 buku biografi diterbitkan Pustaka Sinar Harapan. Jumlah tersebut berarti sekitar 30 hingga 40 persen dari seluruh buku yang diproduksi penerbit ini. "Sebenarnya bisa lebih banyak lagi, tapi kami kewalahan menanganinya, jadi sebagian terpaksa kami tolak," kata Max Riberu, pimpinan Pustaka Sinar Harapan, menjelaskan.

Bagi penerbit ini, buku-buku biografi memang primadona. Jika merunut perjalanan sejarah penerbit ini, buku-buku biografi terbukti menjadi andalan yang sempat mengangkat citra penerbit yang sebelumnya bernama Penerbit Sinar Harapan ini sebagai penerbit buku-buku terpandang.

Selain penerbit, saat ini para penulis biografi umumnya juga kewalahan menerima pesanan penulisan buku biografi. Usamah Hisyam, misalnya, mengaku lantaran begitu banyak permintaan, ia membatasi satu tahun hanya membuat satu tokoh. "Dari lima tokoh yang minta saya menuliskan biografinya, empat saya tolak dengan halus," ungkapnya. Bahkan, belakangan ini Hisyam mengaku menolak permintaan tiga menteri yang ingin dibuatkan biografi karena kesibukannya.

Derasnya permintaan sudah barang tentu membuat posisi tawar penulis menjadi tinggi. Hisyam, umpamanya, mengaku menerapkan standar pemilihan tokoh yang menurut dia layak dibuatkan biografi. "Saya tidak menulis biografi untuk tokoh-tokoh bermasalah," tuturnya.

Selain menuliskan biografi Yudhoyono, selama ini Hisyam juga telah membuatkan biografi mantan Panglima ABRI, Feisal Tanjung, berjudul Feisal Tanjung, Terbaik untuk Rakyat Terbaik untuk ABRI, hingga biografi mantan Jaksa Agung Andi M Ghalib berjudul HA Muhammad Ghalib Menepis Badai Menegakkan Supremasi Hukum.

Jika melihat respons pasar atau pembeli, memang dari sejumlah biografi yang diterbitkan berbagai penerbit tidak semua laku di pasaran. Menurut pengalaman Riberu, semua tergantung pada tokoh yang menjadi pusat penulisan. "Umumnya biografi tokoh yang melawan arus, melawan rezim, atau kontroversial yang pasarnya bagus," ungkap Riberu.

Pustaka Sinar Harapan sendiri mengaku pernah mengalami manisnya berbisnis buku biografi yang mengandalkan sosok kontroversial. Biografi Ali Sadikin, misalnya, merupakan contoh sukses sebuah buku biografi di pasaran. Biografi yang ditulis Ramadhan KH itu hingga saat ini sudah dicetak hingga 15 kali, atau sekitar 75.000 sampai 80.000 buku.

Namun, yang menarik, sekalipun tidak semua buku disukai masyarakat dan laku di pasar, tidak berarti penerbit harus menanggung kerugian besar. Mengambil contoh Pustaka Sinar Harapan, hampir 90 persen buku-buku biografi yang diterbitkan penerbit ini merupakan buku pesanan. Artinya, semua biaya produksi buku tersebut sudah ditanggung pemesannya. Dengan demikian, meskipun buku-buku tersebut tidak laku di pasar, pihak penerbit tidak akan menanggung banyak kerugian.

SEMAKIN banyaknya tokoh masyarakat yang ingin membuat buku biografi akhir-akhir ini sudah pasti akan memberikan banyak keuntungan kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Selain para penerbit, penulis juga termasuk yang diuntungkan. Sayangnya, seperti yang sering kali dikeluhkan para penerbit, jumlah penulis biografi yang andal masih terlalu minim. "Tidak banyak penulis buku biografi seperti Pak Ramadhan KH. Karena dia satrawan, bahasanya itu enak, lembut. Kalau penulis yang lain itu sekadar bercerita ulang lagi. Tidak punya gaya sehingga kadang-kadang hambar," ungkap Riberu.

Dalam dunia penulisan biografi di negeri ini, nama-nama seperti Ramadhan KH dan Nurinwa tidak dapat dilupakan. Ramadhan KH, misalnya, sejak tahun 1980 hingga kini sudah menulis sekitar 30 buku biografi.

Pertama kali Ramadhan KH menulis tentang kisah cinta Inggit Garnarsih dengan Bung Karno di tahun 1981. Buah karyanya yang mendapat banyak pujian itu diberi judul Kuantar ke Gerbang, Kisah Cinta Ibu Inggit Garnasih dengan Bung Karno. Berikutnya, di tahun 1982, karyanya yang berjudul Gelombang Hidupku, Dewi Dja dari Dardanella diterbitkan, yang mengangkat namanya sebagai penulis buku biografi.

Setelah penerbitan kedua buku tersebut, berbagai buku biografi karya Ramadhan KH bermunculan. Sebut saja misalnya buku mengenai Soeharto, Ali Sadikin, Kemal Idris, dan Gobel. Dari seluruh buku biografi yang ia buat, Dewi Dja, Ibu Inggit, Kawilarang, Didi Kartasasmita, dan Ali Sadikin merupakan tokoh yang sejak semula ia sendiri yang meminta mereka untuk ia tuliskan biografinya. "Selebihnya, mereka meminta saya menuliskan riwayat hidup mereka," papar Ramadhan KH.

Sebagai seorang penulis buku biografi yang kenyang pengalaman, Ramadhan KH selalu mendorong setiap orang untuk menuliskan riwayat hidupnya. Baginya, setiap orang sebenarnya memiliki pengalaman hidup yang menarik, baik yang bersentuhan dengan banyak orang maupun yang hidup menyendiri. Sekalipun sosok yang menjadi fokus di masyarakat memiliki daya tarik yang besar, dalam pengalaman Ramadhan KH, seorang buruh kecil pun dapat dituliskan riwayat hidupnya.

Ramadhan KH mengaku pernah tertarik menuliskan pengalaman seorang bekas romusa di zaman Jepang yang pernah dikirim ke Saigon. "Sayangnya, ia tidak pandai menceritakan pengalaman hidupnya. Ia hanya bercerita berputar-putar sehingga saya tidak berhasil mewujudkannya sampai berupa buku," ungkapnya.

Di sisi lain, sosok Nurinwa sebagai penulis buku biografi juga memiliki pengalaman yang panjang. Bersama rekan-rekannya di LIPI, pada tahun 1985 ia mendirikan Yayasan Biografi. Hingga kini Nurinwa telah menghasilkan 14 buku biografi, di antaranya biografi Sultan Hamengku Buwono X yang berjudul Pisowanan Ageng. Ia juga dikenal sebagai salah seorang penulis biografi tokoh militer, misalnya Wahono, Wiyogo Atmodarminto, dan seluruh panglima Brawijaya. Kini, ia juga mengaku tengah menyiapkan bahan-bahan untuk penulisan sosok presiden negeri ini.

Usaha Nurinwa ini memang tidak dapat dipandang sederhana. Tengok saja, saat ini ia sudah mengoleksi sebanyak 330 lembar kliping informasi yang terkait dengan mantan Presiden BJ Habibie. Selain itu, ia juga sudah mengoleksi 1.700 kliping mengenai mantan Presiden Abdurrahman Wahid, dan sekitar 15.000 kliping mengenai mantan Presiden Soeharto semasa berkuasa. "Baru dari kliping saja paling enggak sudah mengeluarkan biaya Rp 30 juta," ungkap Nurinwa.

Tidak mudah dan murah memang membuat sebuah buku biografi.

SORKAM Designed by Templateism | Blogger Templates Copyright © 2014

Theme images by richcano. Powered by Blogger.